Pertengahan tahun 2017, Mas Heru melanjutkan hijrahnya, dari Bogor ke Jayapura, Papua. Semenjak menginjakkan kaki di Jayapura, hampir setiap hari ia makan makanan cepat saji, seperti mie instan. Mie instan ditulis dengan huruf bold untuk memudahkan penelusuran kita bahwa ini menjadi salah satu penyebab, meskipun belum dilakukan riset secara komprehensif. Dalam 1 hari, Mas Heru bisa menghabiskan 3 hingga 4 bungkus mie instan dengan varian berbeda. Campuran mie instan hanya telur saja pada saat itu.
Senin malam selasa, 15 oktober 2018 merupakan hari yang tidak bisa dilupakan dalam kehidupan Mas Heru. Posisi saat itu adalah berbaring dan menuju lelap. Seketika nafasnya berbunyi keras, terasa berat dan kesusahan untuk bernafas. Dia merasakan seperti sedang dalam sakaratul maut, atau seperti di cabut nyawa. Pada saat itu, dia merasa sedang akan kembali ke hadapan Sang Ilahi. Namun, kondisi tersebut membuatnya terbangun, dan bergegas mencari pertolongan, sambil meminum air putih. Ketika Mas Heru keluar dari blok kamar kontrakannya, teman sebelah kamar juga keluar dan mengira dia sedang mengigau.
Setelah itu Mas Heru menceritakan bagaimana kejadian tersebut berlangsung, kemudian temannya mengkonfirmasi kalau teriakan tadi adalah suara kesusahan bernafas. Tak lama kemudian, suara Mas Heru menjadi parau, serak, dan sakit. Pada saat itupun dia di larikan ke rumah sakit terdekat. Langsung menuju ke IGD. Keadaan rumah sakit tidak sepi, ada beberapa pasien yang terjangkit penyakit lain, sehingga ia membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk mendapatkan penanganan. Tidak ada pemeriksaan khusus, dokter juga saat itu hanya memeriksa dengan alat stetoskop dan mengajukan beberapa pertanyaan. Akhirnya, seperti tahun 2016, Mas Heru diberikan obat asma.
Dini hari terlewati, dalam 3 hari obat diminum tidak ada perubahan, pada akhirnya, kamis dini hari, 18 Oktober 2018, Mas Heru merasakan kepanikan dan tidak bisa tidur, tidak bisa bernapas dengan lega, dan parno. Selain itu, ia juga merasakan ingin mengeluarkan sesuatu dari tenggorokannya, dan apa yang keluar? cairan mirip dahak, namun sedikit bening, lebih mirip seperti lendir. Sesuatu ini terasa sangat mengganjal. Saat cairan tersebut dikeluarkan, Mas Heru merasa lebih lega dan ringan, tetapi tidak dalam kurun waktu yang lama.
Pada dini hari tersebut, dia meminta bantuan kepada anak dari pemilik kontrakan untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Pada saat memeriksakan diri di unit gawat darurat, Mas Heru diperiksa tekanan darahnya. Ternyata, masuk dalam kategori tekanan darah tinggi, yaitu 149-80. Pada waktu diperiksa, masih dalam keadaan panik, namun berangsur reda. Dokter memberikan resep obat (tidak dicatat), kemungkinan obat penurun tekanan darah dimasukkan ke dalam resep.
Sesaat pulang, Mas Heru merasa lebih baikan. Paginya, sekitar jam 8 Mas Heru izin dari tempat kerjanya dan meminta diantar ke rumah sakit yang sama ketika dini hari tadi. Dia langsung menuju ke poli penyakit dalam. Saat menemui dokter, Mas Heru menceritakan sejumlah kronologi dan keadaan yang sering dialami selama ini, beserta keluhan-keluhannya. Dokter tersebut menyarankan untuk rontgen di bagian dada, cek urin, DOT, dan darah. Di hari yang sama, Mas Heru mendapatkan hasil rontgen dan dokter menyatakan kalau ia mengalami infeksi paru. Kondisi ini yang kemudian membuatnya menjadi semakin stres, karena ia tidak mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman keras juga tidak.
Di hari itu, dokter memberikan sejumlah resep obat anti biotik, sejumlah obat racikan. Obat-obatan tersebut ternyata masih belum bisa meredakan gejala yang dialami sebelumnya. Pada hari sabtu, 20 oktober 2018, menuju ke rumah sakit yang sama untuk mengambil hasil beberapa tes seperti urin, DOT, dan darah. Di hari itu juga Mas Heru menjalani USG. Hasil dari penelusuran menggunakan USG menyatakan bahwa hati / liver mempunyai banyak lapisan lemak. Namun hasil DOT menunjukkan jika Mas Heru tidak terkena TBC, alias negatif. Sementara itu, dari hasil USG ginjal, dokter memberikan obat peluruh batu ginjal, antibiotik, dan obat asam urat. Jadilah stres menjadi-jadi. Berpikir keras apakah sesuatu yang terjadi pada ginjal, liver, paru mempengaruhi keadaannya saat ini. Dan masih, ia belum percaya sepenuhnya jika ketiga organ tersebut bermasalah.
Beberapa hari kemudian, tepatnya di Senin, 22 Oktober tahun 2018. Persiapan menuju ke Masjid. Keadaan sudah setengah keliyengan. Namun, ketika setelah shalat dan keluar dari masjid, rasa tersebut semakin menggila, dengan terpaksa ia kembali ke tempat kerjanya dengan menumpang angkot. Setelah itu, ia meminta kepada sopir kantor untuk mengantarkannya pulang, beristirahat. Tak lama menjelang kedatangannya di rumah singgah, ia merasakan hal yang heboh lagi, sehingga ia meminta sopir kantor untuk mengantarkannya ke rumah sakit.
Kali ini Mas Heru ke UGD lagi, di rumah sakit sampai diuap. Pertama kalinya dia menerima prosedur ini. Pada saat itu ia menceritakan kepada dokter UGD jika sudah menemui dokter di poli penyakit dalam dan diberikan sejumlah obat. Namun obat tersebut belum menunjukkan hasil yang membaik sehingga memicu efek yang berdampak pada kejadian yang sama di waktu sebelumnya. Anehnya, saat sampai UGD dan sudah diuap, perasaan dia menjadi tenang kembali. Setelah usai sopit angkot yang membawanya ke rumah sakit mengantarkan Mas Heru kembali ke tempat tinggalnya.
Pada saat hari itupun, dia memesan tiket penerbangan ke hub rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih canggih. Ia melakukan reservasi pesawat dari Jayapura ke Jakarta untuk keperluan ini. Karena sang istri berada di Jakarta, maka ia memintanya untuk menyiapkan akomodasi di sekitar rumah sakit untuk jaga-jaga dan penanganannya agar lebih cepat. Setelah melalui perenungan yang sedikit panjang, Mas Heru memutuskan untuk tidak menggunakan obat-obatan kimia dalam proses penyembuhan penyakitnya. Dengan penuh keyakinan, organ vitalnya seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan liver masih bekerja dengan baik, sehingga ia ingin memastikan keadaannya dengan melakukan general check up di Jakarta.
Perasaan cemas, takut, parno, kliyengan, badan terasa bergoyang sendiri, serasa tidak seimbang, menghantui selama perjalanan di pesawat. Bukan hanya itu Mas Heru merasakan sesak napas, nafas berat, sampai tergopoh-gopoh. Beruntung pramugari di dalam kabin pesawat sangat ramah pada saat itu, dia selalu disediakan air hangat selama perjalanan untuk mengurangi sensasi yang dirasakannya itu. Berulang kali dia memikirkan tentang kematian, akhir dari khayatnya di dunia ini. Tenggorokan terasa seperti ada yang mengganjal, kedinginan, dan susah bernapas menjadi momok selama perjalanan di pesawat.
Saat ada hal yang lucu, perasaan tenangpun menghampiri. Pada saat itupun dia mulai tersadar jika sesuatu yang membuatnya senang akan merubah keadaan menjadi lebih baik. Sekitar jam 5 sore lewat waktu setempat, Mas Heru keluar dari pesawat dan melanjutkan perjalanan menuju kantor tempat kerja sang istri. Kebetulan penginapan tidak jauh dari kantornya, sehingga setelah sampai kantor, dia dan istrinya langsung bergegas menuju penginapan untuk beristirahat. Meskipun jaraknya dekat sekitar 150 meter kurang lebih. Walaupun jaraknya yang dekat, dengan berjalan kaki dia merasa lelah yang luar biasa, ngos-ngosan sampai keringatpun bercucuran. Mas Heru belum pernah merasakan hal yang seberat ini, apalagi diiringi dengan kepala kliyengan seperti berputar-putar.
Rabu, 24 Oktober 2018 pagi, dia bersama istrinya menuju ke rumah sakit. Di hari itu, dokter spesialis banyak yang libur, kemudian ia menemui dokter umum dan sesuai dengan harapan, beliau menyarankan kepada Mas Heru untuk menjalankan medical check up. Setelah diberikan surat pengantar dan beberapa vitamin, serta obat sesak nafas untuk jaga-jaga, dia kemudian kembali ke penginapan.
Kamis, 25 Oktober 2018, keringat bercucuran. Kali ini bergerak kembali menuju rumah sakit untuk bersiap melakukan MCU. Sesekali merasa kepayahan, sesak, kliyengan, terasa berat, tenggorokan mengganjal, denyut di dada nyut-nyutan. Panik, cemas, dan dia belum menyadari kalau hal tersebut adalah anxiety. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tes urin, darah, detak jantung, faal paru, dan rontgen dada.
2 hari kemudian, yaitu Sabtu, 27 Oktober 2018. Mas Heru mengambil beberapa hasil tes kemudian dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam. Dan, hasilnya adalah: Jantung normal, ginjal normal, paru-paru normal, liver masih dalam batas toleransi (berlemak karena gemuk). Baik, apa yang dikatakan dokter? Beliau menyampaikan kalau Mas Heru dalam keadaan: Stres / terlalu banyak berpikir berat sampai badanpun ikut kelelahan. 2 kunci jawaban tersebut akhirnya menjadi hal yang memang harus dipahami selama proses pengobatan dan penyembuhan berlangsung.
Kedua hal di atas dapat memicu asam lambung dan ketika sampai pada kerongkongan secara terus-menerus akan menyebabkan iritasi di area tersebut, sehingga perasaan tenggorokan tertekan, suara parau, serta kesulitan bernapas dapat diakibatkan oleh asam lambung yang naik. Beberapa tes kemudian untuk menguatkan diagnosis ialah dengan melakukan 2 prosedur, yaitu ENT di bagian THT dan X-Ray dengan meminum cairan barium (berwarna putih). Dari sejumlah obat-obatan yang diresepkan antara lain pemblok asam, antibiotik, pengencer dahak, dan vitamin hati. Jadi ketika dijumlahkan dari perawatan Jayapura dan Jakarta, obat-obatannya berjumlah belasan macamnya. Selama 2 minggu terakhir, dalam catatan Mas Heru ini sudah mengeluarkan biaya kurang lebih sebelas juta rupiah.